BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Perkembangan bahasa atau komunikasi
pada anak merupakan salah satu aspek dari tahapan perkembangan anak yang
seharusnya tidak luput juga dari perhatian para pendidik pada umumnya dan
orangtua pada khususnya. Pemerolehan bahasa oleh anak-anak merupakan
prestasi manusia yang paling hebat dan menakjubkan, oleh sebab
itulah masalah ini mendapat perhatian besar. Pemerolehan bahasa telah ditelaah
secara intensif sejak lama. Pada saat itu kita telah mempelajari banyak hal
mengenai bagaimana anak-anak berbicara, mengerti, dan menggunakan bahasa,
tetapi sangat sedikit hal yang kita ketahui mengenai proses aktual perkembangan
bahasa.
Berangkat
pada pendapat di atas, Pemerolehan bahasa adalah proses manusia mendapatkan kemampuan untuk menangkap, menghasilkan, dan
menggunakan kata untuk pemahaman dan komunikasi. Kapasitas ini melibatkan
berbagai kemampuan seperti sintaksis, fonetik, dan kosakata yang luas. Bahasa yang diperoleh bisa berupa vokal seperti pada bahasa lisan atau manual seperti pada bahasa isyarat. Pemerolehan bahasa biasanya merujuk pada pemerolehan
bahasa pertama yang mengkaji pemerolehan anak terhadap bahasa ibu mereka serta pemerolehan bahasa kedua yang mengkaji
pemerolehan bahasa tambahan oleh anak-anak atau orang dewasa.
Banyak dari kita yang belum mengetahui bagaimana pemerolehan bahasa pertama itu
terjadi, maka dari itu dalam makalah ini akan kami bahas tentang pemerolehan
bahasa pertama.
B.
Rumusan
Masalah
Dari paparan pendahuluan di
atas, maka
penulis mengemukakan pokok masalah sebagai berikut:
1.
Apa pengertian
pemerolehan bahasa pertama?
2.
Bagaimana proses dan tahapan
pemerolehan bahasa pertama?
3.
Apa saja faktor
pendukung dan faktor penghambat pemerolehan bahasa perta
BAB II
PEMBAHASAN
1. Proses Pemerolehan Bahasa Pertama
Pemerolehan bahasa atau akuisisi bahasa adalah proses yang
berlangsung di dalam otak kanak-kanak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya
atau bahasa ibunya. Pemerolehan bahasa biasanya dibedakan dengan pembelajaran
bahasa. Pembelajaran bahasa berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada
waktu seorang kanak-kanak mempelajari bahasa kedua setelah dia memperoleh
bahasa pertamanya. Jadi, pemerolehan bahasa berkenaan dengan bahasa pertama,
sedangkan pembelajaran bahasa berkenaan dengan bahasa kedua (Chaer, 2003:167).
Selama pemerolehan bahasa pertama, Chomsky menyebutkan bahwa
ada dua proses yang terjadi ketika seorang kanak-kanak memperoleh bahasa
pertamanya. Proses yang dimaksud adalah proses kompetensi dan proses
performansi. Kedua proses ini merupakan dua proses yang berlainan.
Kompetensi adalah proses penguasaan tata bahasa (fonologi, morfologi,
sintaksis, dan semantik) secara tidak disadari. Kompetensi ini dibawa oleh
setiap anak sejak lahir. Meskipun dibawa sejak lahir, kompetensi memerlukan
pembinaan sehingga anak-anak memiliki performansi dalam berbahasa. Performansi
adalah kemampuan anak menggunakan bahasa untuk berkomunikasi. Performansi
terdiri dari dua proses, yaitu proses pemahaman dan proses penerbitan
kalimat-kalimat. Proses pemahaman melibatkan kemampuan mengamati atau
mempersepsi kalimat-kalimat yang didengar, sedangkan proses penerbitan
melibatkan kemampuan menghasilkan kalimat-kalimat sendiri (Chaer 2003:167).
Selanjutnya, Chomsky juga beranggapan bahwa pemakai bahasa
mengerti struktur dari bahasanya yang membuat dia dapat mengkreasi
kalimat-kalimat baru yang tidak terhitung jumlahnya dan membuat dia mengerti
kalimat-kalimat tersebut. Jadi, kompetensi adalah pengetahuan intuitif yang
dipunyai seorang individu mengenai bahasa ibunya (native languange).
Intuisi linguistik ini tidak begitu saja ada, tetapi dikembangkan pada anak
sejalan dengan pertumbuhannya, sedangkan performansi adalah sesuatu yang
dihasilkan oleh kompetensi.
Hal yang patut dipertanyakan adalah bagaimana strategi si
anak dalam memperoleh bahasa pertamanya dan apakah setiap anak memiliki
strategi yang sama dalam memperoleh bahsa pertamanya? Berkaitan dengan hal ini,
Dardjowidjojo, (2005:243-244) menyebutkan bahwa pada umumnya kebanyakan ahli
kini berpandangan bahwa anak di mana pun juga memperoleh bahasa pertamanya
dengan memakai strategi yang sama. Kesamaan ini tidak hanya dilandasi oleh
biologi dan neurologi manusia yang sama, tetapi juga oleh pandangan mentalistik
yang menyatakan bahwa anak telah dibekali dengan bekal kodrati pada saat
dilahirkan. Di samping itu, dalam bahasa juga terdapat konsep universal
sehingga anak secara mental telah mengetahui kodrat-kodrat yang universal ini.
Chomsky mengibaratkan anak sebagai entitas yang seluruh tubuhnya telah dipasang
tombol serta kabel listrik: mana yang dipencet, itulah yang akan menyebabkan
bola lampu tertentu menyala. Jadi, bahasa mana dan wujudnya seperti apa
ditentukan oleh input sekitarnya.
2. Tahap-tahap Pemerolehan Bahasa Pertama
Perlu untuk diketahui adalah seorang anak tidak dengan
tiba-tiba memiliki tata bahasa B1 dalam otaknya dan lengkap dengan semua
kaidahnya. B1 diperolehnya dalam beberapa tahap dan setiap tahap berikutnya
lebih mendekati tata bahasa dari bahasa orang dewasa. Menurut para ahli,
tahap-tahap ini sedikit banyaknya ada ciri kesemestaan dalam berbagai bahasa di
dunia.
Pengetahuan mengenai pemerolehan bahasa dan tahapnya yang
paling pertama di dapat dari buku-buku harian yang disimpan oleh orang tua yang
juga peneliti ilmu psikolinguistik. Dalam studi-studi yang lebih mutakhir,
pengetahuan ini diperoleh melalui rekaman-rekaman dalam pita rekaman, rekaman
video, dan eksperimen-eksperimen yang direncanakan. Ada sementara ahli bahasa
yang membagi tahap pemerolehan bahasa ke dalam tahap pralinguistik dan linguistik.
Akan tetapi, pendirian ini disanggah oleh banyak orang yang berkata bahwa tahap
pralinguistik itu tidak dapat dianggap bahasa yang permulaan karena bunyi-bunyi
seperti tangisan dan rengekan dikendalikan oleh rangsangan (stimulus)
semata-mata, yaitu respons otomatis anak pada rangsangan lapar, sakit,
keinginan untuk digendong, dan perasaan senang. Oleh karena itu, tahap-tahap
pemerolehan bahasa yang dibahas dalam makalah ini adalah tahap linguistik
yang terdiri atas beberapa tahap, yaitu (1) tahap pengocehan (babbling);
(2) tahap satu kata (holofrastis); (3) tahap dua kata; (4) tahap
menyerupai telegram (telegraphic speech).
2.1 Vokalisasi Bunyi
Pada umur sekitar 6 minggu, bayi mulai mengeluarkan
bunyi-bunyi dalam bentuk teriakan, rengekan, dekur. Bunyi yang dikeluarkan oleh
bayi mirip dengan bunyi konsonan atau vokal. Akan tetapi, bunyi-bunyi ini belum
dapat dipastikan bentuknya karena memang belum terdengar dengan jelas. Yang
menjadi pertanyaan adalah apakah bunyi-bunyi yang dihasilkan tadi merupakan
bahasa? Fromkin dan Rodman (1993:395) menyebutkan bahwa bunyi tersebut tidak
dapat dianggap sebagai bahasa. Sebagian ahli menyebutkan bahwa bunyi yang
dihasilkan oleh bayi ini adalah bunyi-bunyi prabahasa/dekur/vokalisasi
bahasa/tahap cooing.
Setelah tahap vokalisasi, bayi mulai mengoceh (babling). Celoteh
merupakan ujaran yang memiliki suku kata tunggal seperti mu dan da.
Adapun umur si bayi mengoceh tak dapat ditentukan dengan pasti. Mar’at
(2005:43) menyebutkan bahwa tahap ocehan ini terjadi pada usia antara 5 dan 6
bulan. Dardjowidjojo (2005: 244) menyebutkan bahwa tahap celoteh terjadi
sekitar umur 6 bulan. Tidak hanya itu. ada juga sebagian ahli menyebutkan bahwa
celoteh terjadi pada umur 8 sampai dengan 10 bulan. Perbedaan pendapat seperti
ini dapat saja. Yang perlu diingat bahwa kemampuan anak berceloteh tergantung
pada perkembangan neurologi seorang anak.
Pada tahap celoteh ini, anak sudah menghasilkan vokal dan
konsonan yang berbeda seperti frikatif dan nasal. Mereka juga mulai mencampur
konsonan dengan vokal. Celotehan dimulai dengan konsonan dan diikuti dengan
vokal. Konsonan yang keluar pertama adalah konsonan bilabial hambat dan
bilabial nasal. Vokalnya adalah /a/. dengan demikian, strukturnya adalah K-V.
Ciri lain dari celotehan adalah pada usia sekitar 8 bulan, stuktur silabel K-V
ini kemudian diulang sehingga muncullah struktur seperti:
K1
V1 K1 V1 K1 V1…papapa mamama bababa…
Orang tua mengaitkan kata papa dengan ayah dan
mama dengan ibu meskipun apa yang ada di benak tidaklah kita ketahui.
Tidak mustahil celotehan itu hanyalah sekedar artikulatori belaka
(Djardjowidjojo, 2005:245).
Begitu anak melewati periode mengoceh, mereka mulai
menguasai segmen-segmen fonetik yang merupakan balok bangunan yang dipergunakan
untuk mengucapkan perkataan. Mereka belajar bagaimana mengucapkan sequence
of segmen, yaitu silabe-silabe dan kata-kata. Cara anak-anak mencoba
menguasai segmen fonetik ini adalah dengan menggunakan teori hypothesis-testing
(Clark & Clark dalam Mar’at 2005:43). Menurut teori ini anak-anak menguji
coba berbagai hipotesis tentang bagaimana mencoba memproduksi bunyi yang benar.
Pada tahap-tahap permulaan pemerolehan bahasa, biasanya
anak-anak memproduksi perkataan orang dewasa yang disederhanakan sebagai
berikut:
(1)
menghilangkan konsonan akhir
blumen bu
boot bu
(2)
mengurangi kelompok konsonan menjadi segmen tunggal:
batre bate
bring bin
(3)
menghilangkan silabel yang tidak diberi tekanan
kunci ti
semut emut
(4)
reduplikasi silabel yang sederhana
pergi gigi
nakal kakal
Menurut beberapa hipotesis, penyederhanaan ini disebabkan
oleh memory span yang terbatas, kemampuan representasi yang terbatas,
kepandaian artikulasi yang terbatas (Mar’at 2005:46-47).
Apakah tahap celoteh ini penting bagi si anak. Jawabannya
tentu saja penting. Tahap celoteh ini penting artinya karena anak mulai belajar
menggunakan bunyi-bunyi ujaran yang benar dan membuang bunyi ujaran yang salah.
Dalam tahap ini anak mulai menirukan pola-pola intonasi kalimat yang diucapkan
oleh orang dewasa.
2.2 Tahap Satu-Kata atau Holofrastis
Tahap ini berlangsung ketika anak berusia antara 12 dan 18
bulan. Ujaran-ujaran yang mengandung kata-kata tunggal diucapkan anak untuk
mengacu pada benda-benda yang dijumpai sehari-hari. Pada tahap ini pula seorang
anak mulai menggunakan serangkaian bunyi berulang-ulang untuk makna yang sama.
pada usia ini pula, sang anak sudah mengerti bahwa bunyi ujar berkaitan dengan
makna dan mulai mengucapkan kata-kata yang pertama. Itulah sebabnya tahap ini
disebut tahap satu kata satu frase atau kalimat, yang berarti bahwa satu
kata yang diucapkan anak itu merupakan satu konsep yang lengkap, misalnya “mam”
(Saya minta makan); “pa” (Saya mau papa ada di sini), “Ma” (Saya mau mama ada
di sini).
Mula-mula, kata-kata itu diucapkan anak itu kalau rangsangan
ada di situ, tetapi sesudah lebih dari satu tahun, “pa” berarti juga “Di mana
papa?” dan “Ma” dapat juga berarti “Gambar seorang wanita di majalah itu adalah
mama”.
Menurut pendapat beberapa peneliti bahasa anak, kata-kata
dalam tahap ini mempunyai tiga fungsi, yaitu kata-kata itu dihubungkan dengan
perilaku anak itu sendiri atau suatu keinginan untuk suatu perilaku, untuk
mengungkapkan suatu perasaan, untuk memberi nama kepada suatu benda. Dalam
bentuknya, kata-kata yang diucapkan itu terdiri dari konsonan-konsonan yang
mudah dilafalkan seperti m,p,s,k dan vokal-vokal seperti a,i,u,e.
2.3 Tahap Dua-Kata, Satu Frase
Tahap ini berlangsung ketika anak berusia 18-20 bulan.
Ujaran-ujaran yang terdiri atas dua kata mulai muncul seperti mama mam
dan papa ikut. Kalau pada tahap holofrastis ujaran yang diucapkan si
anak belum tentu dapat ditentukan makna, pada tahap dua kata ini, ujaran si
anak harus ditafsirkan sesuai dengan konteksnya. Pada tahap ini pula anak sudah
mulai berpikir secara “subjek + predikat” meskipun hubungan-hubungan seperti
infleksi, kata ganti orang dan jamak belum dapat digunakan. Dalam pikiran anak
itu, subjek + predikat dapat terdiri atas kata benda + kata benda, seperti “Ani
mainan” yang berarti “Ani sedang bermain dengan mainan” atau kata sifat + kata
benda, seperti “kotor patu” yang artinya “Sepatu ini kotor” dan sebagainya.
2.4 Ujaran Telegrafis
Pada usia 2 dan 3 tahun, anak mulai menghasilkan ujaran
kata-ganda (multiple-word utterances) atau disebut juga ujaran
telegrafis. Anak juga sudah mampu membentuk kalimat dan mengurutkan
bentuk-bentuk itu dengan benar. Kosakata anak berkembang dengan pesat mencapai
beratus-ratus kata dan cara pengucapan kata-kata semakin mirip dengan bahasa
orang dewasa. Contoh dalam tahap ini diberikan oleh Fromkin dan Rodman.
“Cat stand up table” (Kucing berdiri di atas meja);
“What that?” (Apa itu?);
“He play little tune” (dia memainkan lagu pendek);
“Andrew want that” (Saya, yang bernam a Andrew, menginginkan itu);
“No sit here” (Jangan duduk di sini!)
Pada usia dini dan seterusnya, seorang anak belajar B1-nya
secara bertahap dengan caranya sendiri. Ada teori yang mengatakan bahwa seorang
anak dari usia dini belajar bahasa dengan cara menirukan. Namun, Fromkin dan
Rodman (1993:403) menyebutkan hasil peniruan yang dilakukan oleh si anak tidak
akan sama seperti yang diinginkan oleh orang dewasa. Jika orang dewasa meminta
sang anak untuk menyebutkan “He’s going out”, si anak akan melafalkan
dengan “He go out”. Ada lagi teori yang mengatakan bahwa seorang anak
belajar dengan cara penguatan (reinforcement), artinya kalau seorang
anak belajar ujaran-ujaran yang benar, ia mendapat penguatan dalam bentuk
pujian, misalnya bagus, pandai, dsb. Akan tetapi, jika ujaran-ujarannya
salah, ia mendapat “penguatan negatif”, misalnya lagi, salah, tidak baik.
Pandangan ini berasumsi bahwa anak itu harus terus menerus diperbaiki bahasanya
kalau salah dan dipuji jika ujarannya itu benar.
Teori ini tampaknya belum dapat diterima seratus persen oleh
para ahli psikologi dan ahli psikolinguistik. Yang benar ialah seorang anak
membentuk aturan-aturan dan menyusun tata bahasa sendiri. Tidak semua anak
menunjukkan kemajuan-kemajuan yang sama meskipun semuanya menunjukkan
kemajuan-kemajuan yang reguler.
Selain tahap pemerolehan bahasa yang disebutkan di atas, ada
juga para ahli bahasa seperti Aitchison mengemukakan beberapa tahap pemerolehan
bahasa anak.
Tahap 1: Mendengkur
Tahap ini mulai berlangsung pada anak usia sekitar enam
minggu. Bunyi yang dihasilkan mirip dengan vokal tetapi tidak sama dengan bunyi
vokal orang dewasa.
Tahap 2: Meraban
Tahap ini berlangsung ketika usia anak mendekati enam bulan.
Tahap meraban merupakan pelatihan bagi alat-alat ucap. Vokal dan konsonan
dihasilkan secara serentak.
Tahap 3: Pola intonasi
Anak mulai menirukan pola-pola intonasi. Tuturan yang
dihasilkan mirip dengan yang diucapkan ibunya.
Tahap 4: Tuturan satu kata
Pada umur satu tahun sampai delapan belas bulan anak mulai
mengucapkan tuturan satu kata. Pada usia ini anak memperoleh sekitar lima belas
kata meliputi nama orang, binatang, dan lain-lain.
Tahap 5: Tuturan dua kata
Umumnya pada usia dua setengah tahun anak sudah menguasai
beberapa ratus kata. Tuturan hanya terdiri atas dua kata.
Tahap 6: Infleksi kata
Kata-kata yang dianggap remeh dan infleksi mulai digunakan.
Dalam bahasa Indonesia yang tidak mengenal istilah infleksi, mungkin berwujud
pemerolehan bentuk-bentuk derivasi, misalnya kata kerja yang mengandung awalan
atau akhiran.
Tahap 7: Bentuk Tanya dan bentuk
ingkar
Anak mulai memperoleh kalimat tanya dengan kata tanya
seperti apa, siapa, kapan, dan sebagainya. Di samping itu anak juga sudah
mengenal bentuk ingkar.
Tahap 8: Konstruksi yang jarang atau
kompleks
Anak sudah mulai berusaha menafsirkan meskipun penafsirannya
dilakukan secara keliru. Anak juga memperoleh kalimat dengan struktur yang
rumit, seperti pemerolehan kalimat majemuk.
Tahap 9: Tuturan yang matang
Pada tahap ini anak sudah dapat menghasilkan kalimat-kalimat
seperti orang dewasa.
3. Proses Perkembangan Bahasa Anak
1. Fonologi
Anak menggunakan bunyi-bunyi yang telah dipelajarinya dengan
bunyi-bunyi yang belum dipelajari, misalnya menggantikan bunyi /l/ yang sudah
dipelajari dengan bunyi /r/ yang belum dipelajari. Pada akhir periode
berceloteh, anak sudah mampu mengendalikan intonasi, modulasi nada, dan kontur
bahasa yang dipelajarinya.
2. Morfologi
Pada usia 3 tahun anak sudah membentuk beberapa morfem yang
menunjukkan fungsi gramatikal nomina dan verba yang digunakan. Kesalahan
gramatika sering terjadi pada tahap ini karena anak masih berusaha mengatakan
apa yang ingin dia sampaikan. Anak terus memperbaiki bahasanya sampai usia
sepuluh tahun.
3. Sintaksis
Alamsyah (2007:21) menyebutkan bahwa anak-anak mengembangkan
tingkat gramatikal kalimat yang dihasilkan melalui beberapa tahap, yaitu
melalui peniruan, melalui penggolongan morfem, dan melalui penyusunan dengan
cara menempatkan kata-kata secara bersama-sama untuk membentuk kalimat.
4. Semantik
Anak menggunakan kata-kata tertentu berdasarkan kesamaan
gerak, ukuran, dan bentuk. Misalnya, anak sudah mengetahui makna kata jam.
Awalnya anak hanya mengacu pada jam tangan orang tuanya, namun kemudian dia
memakai kata tersebut untuk semua jenis jam.
4. Teori-teori tentang Pemerolehan Bahasa Pertama
4.1 Teori Behaviorisme
Teori behaviorisme menyoroti aspek perilaku kebahasaan yang
dapat diamati langsung dan hubungan antara rangsangan (stimulus) dan
reaksi (response). Perilaku bahasa yang efektif adalah membuat reaksi
yang tepat terhadap rangsangan. Reaksi ini akan menjadi suatu kebiasaan jika
reaksi tersebut dibenarkan. Dengan demikian, anak belajar bahasa pertamanya.
Sebagai contoh, seorang anak mengucapkan bilangkali untuk
barangkali. Sudah pasti si anak akan dikritik oleh ibunya atau siapa
saja yang mendengar kata tersebut. Apabila sutu ketika si anak mengucapkan barangkali
dengan tepat, dia tidak mendapat kritikan karena pengucapannya sudah benar.
Situasi seperti inilah yang dinamakan membuat reaksi yang tepat terhadap
rangsangan dan merupakan hal yang pokok bagi pemerolehan bahasa pertama.
B.F. Skinner adalah tokoh aliran behaviorisme. Dia menulis
buku Verbal Behavior (1957) yang digunakan sebagai rujukan bagi pengikut
aliran ini. Menurut aliran ini, belajar merupakan hasil faktor eksternal yang
dikenakan kepada suatu organisme. Menurut Skinner, perilaku kebahasaan sama
dengan perilaku yang lain, dikontrol oleh konsekuensinya. Apabila suatu usaha
menyenangkan, perilaku itu akan terus dikerjakan. Sebaliknya, apabila tidak
menguntungkan, perilaku itu akan ditinggalkan. Singkatnya, apabila ada reinforcement
yang cocok, perilaku akan berubah dan inilah yang disebut belajar.
Namun demikian, banyak kritikan terhadap aliran ini. Chomsky
mengatakan bahwa toeri yang berlandaskan conditioning dan reinforcement
tidak bisa menjelaskan kalimat-kalimat baru yang diucapkan untuk pertama kali
dan inilah yang kita kerjakan tiap hari. Bower dan Hilgard juga menentang
aliran ini dengan mengatakan bahwa penelitian mutakhir tidak mendukung aliran
ini.
Aliran behaviorisme mengatakan bahwa semua ilmu dapat
disederhanakan menjadi hubungan stimulus-response. Hal tersebut tidaklah
benar karena tidak semua perilaku berasal dari stimulus-response.
4.2 Teori Nativisme
Chomsky merupakan penganut nativisme. Menurutnya, bahasa
hanya dapat dikuasai oleh manusia, binatang tidak mungkin dapat menguasai
bahasa manusia. Pendapat Chomsky didasarkan pada beberapa asumsi. Pertama,
perilaku berbahasa adalah sesuatu yang diturunkan (genetik), setiap bahasa
memiliki pola perkembangan yang sama (merupakan sesuatu yang universal), dan
lingkungan memiliki peran kecil di dalam proses pematangan bahasa. Kedua,
bahasa dapat dikuasai dalam waktu yang relatif singkat. Ketiga,
lingkungan bahasa anak tidak dapat menyediakan data yang cukup bagi penguasaan
tata bahasa yang rumit dari orang dewasa.
Menurut aliran ini, bahasa adalah sesuatu yang kompleks dan
rumit sehingga mustahil dapat dikuasai dalam waktu yang singkat melalui
“peniruan”. Nativisme juga percaya bahwa setiap manusia yang lahir sudah
dibekali dengan suatu alat untuk memperoleh bahasa (language acquisition
device, disingkat LAD). Mengenai bahasa apa yang akan diperoleh anak
bergantung pada bahasa yang digunakan oleh masyarakat sekitar. Sebagai contoh,
seorang anak yang dibesarkan di lingkungan Amerika sudah pasti bahasa Inggris
menjadi bahasa pertamanya.
Semua anak yang normal dapat belajar bahasa apa saja yang
digunakan oleh masyarakat sekitar. Apabila diasingkan sejak lahir, anak ini
tidak memperoleh bahasa. Dengan kata lain, LAD tidak mendapat “makanan”
sebagaimana biasanya sehingga alat ini tidak bisa mendapat bahasa pertama
sebagaimana lazimnya seperti anak yang dipelihara oleh srigala (Baradja,
1990:33).
Tanpa LAD, tidak mungkin seorang anak dapat menguasai bahasa
dalam waktu singkat dan bisa menguasai sistem bahasa yang rumit. LAD juga
memungkinkan seorang anak dapat membedakan bunyi bahasa dan bukan bunyi bahasa.
4.3 Teori Kognitivisme
Menurut teori ini, bahasa bukanlah suatu ciri alamiah yang
terpisah, melainkan salah satu di antara beberapa kemampuan yang berasal dari
kematangan kognitif. Bahasa distrukturi oleh nalar. Perkembangan bahasa harus
berlandaskan pada perubahan yang lebih mendasar dan lebih umum di dalam
kognisi. Jadi, urutan-urutan perkembangan kognitif menentukan urutan
perkembangan bahasa (Chaer, 2003:223). Hal ini tentu saja berbeda dengan
pendapat Chomsky yang menyatakan bahwa mekanisme umum dari perkembangan
kognitif tidak dapat menjelaskan struktur bahasa yang kompleks, abstrak, dan
khas. Begitu juga dengan lingkungan berbahasa. Bahasa harus diperoleh secara
alamiah.
Menurut teori kognitivisme, yang paling utama harus dicapai
adalah perkembangan kognitif, barulah pengetahuan dapat keluar dalam bentuk
keterampilan berbahasa. Dari lahir sampai 18 bulan, bahasa dianggap belum ada.
Anak hanya memahami dunia melalui indranya. Anak hanya mengenal benda yang
dilihat secara langsung. Pada akhir usia satu tahun, anak sudah dapat mengerti
bahwa benda memiliki sifat permanen sehingga anak mulai menggunakan simbol
untuk mempresentasikan benda yang tidak hadir dihadapannya. Simbol ini kemudian
berkembang menjadi kata-kata awal yang diucapkan anak.
4.4 Teori Interaksionisme
Teori interaksionisme beranggapan bahwa pemerolehan bahasa merupakan
hasil interaksi antara kemampuan mental pembelajaran dan lingkungan bahasa.
Pemerolehan bahasa itu berhubungan dengan adanya interaksi antara masukan
“input” dan kemampuan internal yang dimiliki pembelajar. Setiap anak sudah
memiliki LAD sejak lahir. Namun, tanpa ada masukan yang sesuai tidak mungkin
anak dapat menguasai bahasa tertentu secara otomatis.
Sebenarnya, menurut hemat penulis, faktor intern dan ekstern
dalam pemerolehan bahasa pertama oleh sang anak sangat mempengaruhi. Benar jika
ada teori yang mengatakan bahwa kemampuan berbahasa si anak telah ada sejak
lahir (telah ada LAD). Hal ini telah dibuktikan oleh berbagai penemuan seperti
yang telah dilakukan oleh Howard Gardner. Dia mengatakan bahwa sejak lahir anak
telah dibekali berbagai kecerdasan. Salah satu kecerdasan yang dimaksud adalah
kecerdasan berbahasa (Campbel, dkk., 2006: 2-3). Akan tetapi, yang tidak dapat
dilupakan adalah lingkungan juga faktor yang mempengaruhi kemampuan berbahasa
si anak. Banyak penemuan yang telah membuktikan hal ini.
BAB III
KESIMPULAN
Pemerolehan bahasa pertama adalah proses penguasaan bahasa
pertama oleh si anak. Selama penguasaan bahasa pertama ini, terdapat dua proses
yang terlibat, yaitu proses kompetensi dan proses performansi. Kedua proses ini
tentu saja diperoleh oleh anak secara tidak sadar.
Ada beberapa tahap yang dilalui oleh sang anak selama
memperoleh bahasa pertama. Tahap yang dimaksud adalah vokalisasi bunyi, tahap
satu-kata atau holofrastis, tahap dua-kata, tahap dua-kata, ujaran
telegrafis. Selain tahap pemerolehan bahasa seperti yang telah disebutkan
ini, ada juga para ahli bahasa, seperti Aitchison mengemukakan beberapa tahap
pemerolehan bahasa anak. Tahap-tahap yang dia maksud adalah mendengkur,
meraban, pola intonasi, tuturan satu kata, tuturan dua kata, infleksi kata,
bentuk tanya dan bentuk ingkar, konstruksi yang jarang atau kompleks, tuturan
yang matang. Meskipun terjadi perbedaan dalam hal pembagian tahap-tahap yang
dilalui oleh anak saat memperoleh bahasa pertamanya, jika dilihat secara
cermat, pembahasan dalam setiap tahap pemerolehan bahasa pertama anak memiliki
kesamaan, yaitu adanya proses fonologi, morfologi, sintaksis, semantik,
pragmatik.
Ada beberapa teori pemerolehan bahasa yaitu teori
behaviorisme, nativisme, kognitivisme, interaksionisme. Keempat teori ini
memiliki sudut pandang yang berbeda dalam menjelaskan perihal cara anak
memperoleh bahasa pertamanya.
Mata Kuliah : Psikolinguistik
Dosen Pengasuh : Dr. Hj. Nurhayati. M.hum
PEMEROLEHAN BAHASA PERTAMA
Yuliana
A.Rizki Fauzi
Ilmu Linguistik Fakultas Ilmu
Budaya
Program Pascasarjana Universitas
Hasanuddin
Makassar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar